PSI Sebut Ini Urgensi Dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly memberikan paparan terkait Perppu Cipta Kerja di Jakarta, Rabu, (4/1/2023). (ant)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly memberikan paparan terkait Perppu Cipta Kerja di Jakarta, Rabu, (4/1/2023). (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).

 "Perppu ini sangat diperlukan untuk menghadapi krisis ekonomi tahun 2023 sehingga dampak buruknya akan dapat diminimalisir untuk rakyat Indonesia," kata Juru Bicara PSI Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Menurut dia, Perppu Ciptaker sudah menyesuaikan dengan aturan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru.
 
"Ini tidak perlu dipertentangkan lagi karena metode omnibus law pun sudah diakomodir di dalamnya," ujarnya.
 
Ihwal kegentingan yang memaksa dalam konteks perubahan dunia yang sangat cepat, kata dia, sudah tepat diterapkan karena adanya bahaya ekonomi yang mengancam.
 
Hitungan ekonomi, kata Bimmo, tahun 2023 seluruh dunia akan mengalami krisis. Kabar terkini, IMF memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,7 persen pada tahun 2023 dan Indonesia akan terkena imbasnya.
 
"Pemerintah harus antisipatif dan tidak bisa business as usual termasuk dalam pembentukan hukum terkait kegiatan ekonomi dan investasi. Hukum investasi kita masih kalah gesit, bahkan dibanding negara se-kawasan seperti Vietnam dan Filipina," ujar Bimmo.
 
Dia menyebutkan, Perppu Ciptaker menjadi jawaban terhadap ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
 
UU Ciptaker sendiri, menurut putusan MK, masih berlaku namun pemerintah dilarang membuat peraturan turunan kebijakan strategis berdasarkan UU Ciptaker serta harus menunggu revisi yang dibuat DPR.
 
Hal tersebut, kata dia, menimbulkan kegelisahan dan masalah, baik bagi buruh maupun pengusaha.
 
"Memang DPR punya waktu 2 tahun sejak November 2021, namun tahun 2023 adalah tahun politik, produktivitas DPR (yang selama ini cukup rendah) sudah pasti lebih menurun karena sebagian anggota mulai berkampanye. Hampir dapat dipastikan, revisi UU Ciptaker secara normal tidak akan selesai tahun ini atau bahkan tahun depan," papar politikus yang berpengalaman sebagai akademisi dan birokrat ini.
PSI berharap DPR tetap konsisten dan solid menyetujui Perppu Ciptaker ini pada masa persidangan berikutnya.
 
"Secara materi, UU Ciptaker belum pernah dibatalkan sehingga semestinya pembahasan tidak terlalu lama. Setelah itu, uji materi bisa diajukan. Barulah kita berdebat tentang isinya," kata Bimmo.
 
Dia menambahkan, perdebatan akademis yang terjadi pada saat ini adalah antara positivisme dan progresivisme dalam pembentukan hukum.
 
Hukum progresif menghendaki hukum dibentuk untuk manusia. Kebutuhan ekonomi rakyat, karenanya, harus menjadi penggerak dalam perubahan hukum dan sistem hukum.
 
"Kekakuan ala positivis hanya akan mengakibatkan hukum selalu tertinggal dari kemajuan. Terbukti ketika terjadi disrupsi teknologi, hukum kita keteteran. Menghadapi krisis 2023, hukum kita harus progresif," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan dirinya bertanggung jawab bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja sah.
 
"Iya sah kalau urusan sah. Saya yang tanggung jawab bahwa ini (Perppu Cipta Kerja) sah," kata Mahfud saat menjelaskan penerbitan Perppu Cipta Kerja kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/1).
 
Mahfud untuk kesekian kalinya menegaskan bahwa Perppu Cipta Kerja diterbitkan pemerintah sebagai antisipasi ancaman situasi ekonomi global.
 
Dia menyatakan apabila dirinya tidak mengikuti sidang kabinet, mungkin ia sudah ikut mengkritik penerbitan Perppu Cipta Kerja.
 
Namun, karena ia mengikuti sidang-sidang kabinet, maka dirinya mengetahui situasi global yang mengancam, perlu direspons atau diantisipasi pemerintah dengan sebuah kebijakan strategis lewat perundang-undangan. (ft)