Ekonom Sebut Ini Biang Kerok Utang Terus Naik Era Pemerintahan Jokowi

"Itu Rp 7.500 triliun kalau ditambah BUMN Rp 2.000-3.000 triliun jadi mungkin belasan ribu triliun utang yang diwariskan pada pemimpin yang akan datang. Saya banyak teriak soal ini banyak tidak diperhatikan," katanya dalam Catatan Awal Tahun Indef 2023 yang disiarkan virtual pada Kamis (5/1/2023).
"Itu Rp 7.500 triliun kalau ditambah BUMN Rp 2.000-3.000 triliun jadi mungkin belasan ribu triliun utang yang diwariskan pada pemimpin yang akan datang. Saya banyak teriak soal ini banyak tidak diperhatikan," katanya dalam Catatan Awal Tahun Indef 2023 yang disiarkan virtual pada Kamis (5/1/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menilai utang pemeruntahan Jokowi dan Maruf Amin sudah mencapai Rp7.554,25 triliun sampai November 2022.

Angka ini sudah melebihi utang yang diwariskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencapai Rp2.608,78 triliun. 

"Itu Rp 7.500 triliun kalau ditambah BUMN Rp 2.000-3.000 triliun jadi mungkin belasan ribu triliun utang yang diwariskan pada pemimpin yang akan datang. Saya banyak teriak soal ini banyak tidak diperhatikan," katanya dalam Catatan Awal Tahun Indef 2023 yang disiarkan virtual pada Kamis (5/1/2023).

"Ini implikasinya ke APBN ke depan akan habis untuk bayar utang dan utang akan masih banyak," ujarnya.

Didik J. Rachbini menilai utang Indonesia terus meningkat pada era Jokowi akibat sistem politik di Tanah Air buruk. Begitupula perencanaan keuangan saat pandemi Covid-19 seperti penerbitan Perppu yang berakibat memperlebar defisit anggaran. 

"Awal Covid-19 itu sumber justifikasi krisis otoriter dilakukan dan DPR itu dia nggak bisa apa-apa dengan Perpu. DPR nggak diberikan kekuasaan apa-apa," ujarnya. 

Ekonomi dan politik tidak bisa dipisahkan, tapi kemunduran dunia politik di Indonesia, terlalu banyak kongkalikong yang membuat fungsi check and balance di DPR menjadi sangat lemah.

"Ekonomi dan politik tidak bisa dipisahkan. Ada fakta berdasarkan defisit anggaran terjadi karena perencanaan anggaran kurang matang. Perkembangan utang pemerintah meningkat akhirnya kondisi politik merusak demokrasi," tuturnya. (dtf/mau)