Pada Selasa Pagi Minyak Asia Naik, Tapi Ketidakpastian COVID China Batasi Keuntungan

Ilustrasi: Tambang Minyak Mentah
Ilustrasi: Tambang Minyak Mentah

Gemapos.ID (Jakarta) - Harga minyak naik di awal perdagangan Asia pada Selasa pagi, ditopang oleh dolar yang lebih lemah dan rencana AS untuk mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR), tetapi kenaikan dibatasi oleh ketidakpastian atas dampak meningkatnya kasus COVID-19 di China. pengimpor minyak terbesar dunia.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 61 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 80,40 dolar AS per barel pada pukul 01.24 GMT, menambah kenaikan 76 sen di sesi sebelumnya.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terdongkrak 65 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan pada 75,84 dolar AS per barel, setelah menguat 90 sen di sesi sebelumnya.

Pasar telah didukung oleh rencana AS yang diumumkan minggu lalu untuk membeli hingga 3 juta barel minyak untuk Cadangan Minyak Strategis menyusul rilis rekor tahun ini sebesar 180 juta barel dari persediaannya.

Dolar AS yang lebih lemah juga mendukung harga, dengan indeks dolar di sekitar 104,7, karena membuat minyak lebih murah bagi mereka yang memegang mata uang lainnya.

Namun untuk harga naik lebih lanjut, analis mengatakan perlu ada tanda-tanda yang jelas dari meningkatnya permintaan.

"Prospek permintaan minyak akan menjadi kunci seberapa tinggi harga minyak mentah bisa naik dan itu mungkin sulit untuk mendapat kejelasan karena kami melihat sinyal beragam dengan pembukaan kembali China," kata analis OANDA, Edward Moya dalam sebuah catatan.

China pada Selasa melaporkan lonjakan kasus virus corona baru yang dikonfirmasi menjadi 2.722 pada 19 Desember, naik dari 1.995 sehari sebelumnya. Namun, ada keraguan yang meningkat mengenai apakah penghitungan resmi menangkap jumlah sebenarnya dari infeksi dengan bukti anekdotal yang menunjukkan bahwa penyakit ini menyebar ke seluruh kota.

Dalam tanda bearish lainnya, kepercayaan bisnis China turun ke level terendah sejak Januari 2013, yang mencerminkan dampak dari lonjakan kasus COVID-19 pada aktivitas ekonomi setelah negara tersebut melonggarkan langkah-langkah pengendalian pandemi, sebuah survei oleh World Economics menunjukkan pada Senin (19/12/2022).(pa)