Berbagai Persoalan dalam Pembahasan RUU Energi Baru dan Terbarukan

"Meskipun disebutkan telah dihapus dalam pokok bahasan, rakyat harus waspada dan tetap menolak dimasukkannya ketentuan tentang skema power wheeling," kata Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara di Jakarta pada Rabu (14/12/2022).
"Meskipun disebutkan telah dihapus dalam pokok bahasan, rakyat harus waspada dan tetap menolak dimasukkannya ketentuan tentang skema power wheeling," kata Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara di Jakarta pada Rabu (14/12/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Indonesian Resources Study (IRESS) menolak ketentuan skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik PLN oleh pihak swasta Independent Power Producer (IPP) masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

"Meskipun disebutkan telah dihapus dalam pokok bahasan, rakyat harus waspada dan tetap menolak dimasukkannya ketentuan tentang skema power wheeling," kata Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara di Jakarta pada Rabu (14/12/2022).  

Skema power wheeling akan memberi jalan kepada IPP (pihak swasta) mengambil porsi bisnis PLN (pelanggan premium) dan mengurangi kemampuan subsidi silang antarwilayah.

Dengan skema ini, meski tidak memiliki jaringan transmisi dan distribusi sendiri, pasokan listrik IPP dapat sampai kepada konsumen, di mana saja berada. 

Pasalnya, dengan skema power wheeling IPP diberi kesempatan untuk memanfaatkan sarana yang dimiliki PLN untuk menyalurkan listrik ke konsumen.

"Prinsipnya, skema ini hanya akan menguntungkan para investor/IPP, atas nama dan alasan absurd, namun di sisi lain akan sangat merugikan negara/APBN, BUMN/PLN dan juga rakyat konsumen listrik," ujarnya. 

Sampai sekarang proses pembentukan UU EBET sudah bermasalah secara formal lantaran RUU EBET telah masuk prolegnas sejak 2019 dan terus menjadi RUU prioritas pada 2020, 2021 dan 2022. 

Namun, draf RUU EBET baru disampaikan ke pemerintah 14 Juni 2022.

Pemerintah memberi pandangan (termasuk draf Daftar Inventarisasi Masalah/DIM) atas RUU EBET saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR dan DPD RI pada 29 November 2022. Sampai sekarang DIM final belum disampaikan kepada DPR.

"Tampaknya, RUU EBET tidak akan dapat ditetapkan pada 2022 ini, dan kembali menjadi RUU prioritas pada 2023," ucap Marwan Batubara.

Pada kesempatan yang sama Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto mengemukakan pihaknya masih menunggu DIM final RUU EBET dari pemerintah. 

Namun, dari Raker terakhir dengan Komisi VII DPR pada akhir November lalu, masalah power wheeling sama sekali tidak disinggung pihak pemerintah.

"Mungkin masih ada perdebatan di kalangan pemerintah sendiri mengenai power wheeling tersebut," ujarnya.

Skema power wheeling bisa dikatakan sebagai upaya privatisasi di sektor transmisi ketenagalistrikan yang berpotensi melanggar undang-undang.

Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengutarakan UU tentang EBT diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi energi baru dan terbarukan yang melimpah.

Perundang-undangan yang sekarang dinilainya belum cukup komprehensif untuk menjadi landasan hukum pengembangan EBT.

Namun, dia meminta agar transisi menuju EBT harus dilaksanakan secara bertahap, terukur dan berkelanjutan. Transisi tersebut juga harus mengutamakan energi terbarukan, dan bukan sekedar energi baru.

"Indonesia tidak perlu memaksakan diri seolah-olah menjadi yang terdepan di dunia tetapi kemudian justru terbebani dan harus menanggung konsekuensi negatif yang merugikan masyarakat," tuturnya. 

Transisi menuju EBT tidak dapat dilakukan dengan mengorbankan BUMN. Begitu pula transisi menuju EBT tersebut tidak boleh dilakukan dengan membebani keuangan negara.

"Sebagai contoh, pasal yang mewajibkan BUMN listrik untuk membeli listrik yang dihasilkan dari energi baru dapat memperburuk keseimbangan suplai listrik sekaligus membuka peluang rente," ucap Akbar Susamto (ant/mau)