Begini Penegasan Wamenkumham Terkait Pengesahan KUHP

Arsif foto - Menkumham Yasonna Laoly (kiri) berbincang dengan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). (ant)
Arsif foto - Menkumham Yasonna Laoly (kiri) berbincang dengan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan pelibatan publik sangat mempengaruhi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.

"Pasca-dialog publik hampir di seluruh Indonesia, pemerintah kembali memasukkan draf tanggal 9 November 2022, dari 14 isu krusial menjadi 69 item perubahan," katanya dalam seminar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/12/2022).

Banyaknya item perubahan itu kata dia, berdasarkan masukan dan dialog yang telah dilakukan dengan masyarakat.

Dia mengungkapkan sejak awal Agustus hingga November 2022, pemerintah aktif melakukan dialog dengan publik, baik dengan mahasiswa, masyarakat sipil termasuk organisasi profesi dan para tokoh masyarakat.

Bahkan kata dia, perintah melakukan dialog publik juga ditekankan berulang kali oleh Presiden Joko Widodo.

"Kalau ada mengatakan tidak melibatkan publik itu hoaks dan tidak memahami prosesnya," ujarnya.

Wamenkumham membagi dua bentuk kritikan pasca-pengesahan KUHP yakni kritikan dari segi proses dan kritikan dari segi substansi.

"Untuk kritikan dari segi proses sudah terjawab dengan semua proses yang sudah dilaksanakan," katanya menegaskan.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengatakan Indonesia patut berbangga bisa membuat undang-undang sendiri KUHP, menggantikan undang-undang karya Belanda.

Jimly berharap masyarakat menerima pengesahan RKUHP. Dia pun mendukung pengesahan RKUHP menjadi undang-undang.

Di sisi lain, ia juga tidak melarang masyarakat tetap kritis. Namun, penyampaian nya menurut Jimly bisa melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi. (ws)